Jakarta – Menanggapi pemberitaan di media massa terkait temuan BPK atas pengadaan alat rapid test antigen di Ibu Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti memastikan temuan tersebut masuk dalam aspek administratif.

BPK RI tidak merekomendasikan pengembalian uang dari pengadaan alat tersebut. Artinya tidak ada pemborosan dalam belanja rapid test antigen.

“Proses pengadaan pada masa pandemi memiliki kesulitan tersendiri, karena harga satuan yang sangat beragam. Sementara pengambilan keputusan harus cepat, karena terkait percepatan penanganan Covid-19.

Namun yang perlu digarisbawahi adalah BPK menyatakan tidak ada kerugian daerah atas pengadaan tersebut,” ujar Widyastuti di Jakarta, Minggu (8/8/2021).

Widyastuti menjelaskan BPK menyebut ada perbedaan harga atas pengadaan rapid test antibody merk Clungene yang dibeli pada Mei 2020 dari PT NPN dengan yang dibeli pada bulan Juni 2020 dari PT TKM.

Menurutnya, dalam proses pengadaan tersebut, telah dilakukan negosiasi pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan penyedia barang dan jasa, dan telah dituangkan dalam berita acara negosiasi secara memadai.

“Seluruh proses pengadaan telah sesuai Peraturan Lembaga LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat. Karena itu, BPK merekomendasikan agar Kepala Dinas Kesehatan menginstruksikan PPK untuk lebih teliti dan tertib administrasi dalam mengelola keuangan daerah,” tutur dia.

Lebih lanjut, kata Widyastuti, pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melampirkan bukti-bukti tindak lanjut. “BPK juga sudah menyatakan bahwa tindak lanjut telah selesai dalam Forum Pembahasan Tindak Lanjut atas LKPD Tahun Anggaran 2020,” pungkas Widyastuti.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020, ditemukan kelebihan bayar pengadaan senilai Rp 1,190 miliar. Kelebihan bayar ini terjadi karena ada selisih harga pengadaan alat rapid test antigen oleh dua perusahaan berbeda yang melakukan kontrak dengan Dinkes Pemprov DKI Jakarta.

Pengadaan pertama dilakukan PT NPN dengan nilai kontrak Rp 9,87 miliar. Pengerjaan dinyatakan selesai pada 12 Juni dengan jumlah pengadaan 50.000 pieces dengan harga per unit Rp 197.500.

Pengadaan alat rapid tes Covid-19 dengan merek yang sama berikutnya dilakukan PT TKM dengan nilai kontrak Rp 9,09 miliar. Pengerjaan dinyatakan selesai pada 5 Juni dengan jumlah pengadaan 40.000 pieces dengan harga per unit barang Rp 227.272,70. Dengan adanya perbedaan harga satuan tersebut telah mengakibatkan pemborosan senilai Rp 1,19 miliar.