MEDAN – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyindir Wali Kota Medan, Bobby Nasution, soal data COVID-19 di daerahnya kacau. Menanggapi itu Bobby mengaku telah berkoordinasi dengan Pemprov Sumut.

“Sudah, sudah kita bicarakan kemarin, sudah kita clearkan,” ujar Bobby kepada wartawan, Selasa (14/9).

Bobby mengatakan pihaknya sudah bertemu dengan Pemprov Sumut untuk sinkronisasi data.

“Dengan Pemprov Sumut tadi sudah (ada pertemuan) sudah koordinasi, berbicara tentang pendataan juga sudah oke. Tinggal kita laporkan saja ke Kementerian Kesehatan,” ujarnya.

Bobby menjelasakan, kekeliruan pendataan diakibatkan human eror. Hal itu mengakibatkan sinkronisasi data digital ke pemerintah pusat bermasalah.

“Pelaporan. Ya itulah, karena pendataan ini, ada yang merasa sudah melapor ke provinsi lapor ke sini (Pemkot Medan). Ada sudah melapor ke sini (Pemkot Medan) tidak perlu lagi melapor ke provinsi. Nah hal-hal seperti ini, yang kadang perlu kita sinkronkan,” katanya.

Selain itu kata Bobby, hambatan lainnya karena penginputan data rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Medan tidak rutin melapor ke Pemkot Medan.

“Karena selama ini hanya kita yang menelepon (minta data), setiap jam 3, kalau nggak ditelepon nggak dilaporkan. Itu adalah upaya kami selama ini. Kita punya 44 rumah sakit yang menangani COVID, lab kita di sini hampir 21 lab,” ujarnya.

Sebelumnya Edy Rahmayadi mengatakan pendataan kasus COVID-19 di 4 wilayah kabupaten/kota kacau. Kata Edy seharusnya di tiap daerah lebih mengetahui pendataan COVID-19 di wilayahnya.

Salah satu dari 4 daerah yang dimaksud Edy ialah Kota Medan. Kata Edy akibat kesalahan penginputan data secara digital, kasus corona di Sumut, dianggap terus tinggi.

“Kita 4 kabupaten/kota yang kacau ini (Kota) Medan, Sibolga, Kabupaten Mandailing Natal dengan Siantar, kacau ini,” ujar Edy di rumah dinasnya, Jumat (10/9).

Edy menjelaskan ada beberapa penyebab kacaunya data COVID-19 tersebut. Di antaranya karena sumber daya manusia (SDM) yang lalai menginput data secara digital.

“Kembali lagi ini (apa) karena kita gaptek? tidak terlalu jago? atau mungkin karena daerah-daerah kita itu, sinyalnya timbul tenggelam,” ujarnya.