Waktu itu hanya mengimbau saja kepada guru-guru untuk melarang anak murid membawa lato-lato di sekolah dan kejadiannya bukan di sekolah
Ilustrasi Lato-lato (Celebrities.id/YouTube: Alviand Miracle).

KALBAR, Eranasional.com – Waspada! Seorang bocah di Kalimantan Barat harus operasi mata karena main lato-lato. Permainan lato-lato kini memakan korban bocah berusia 8 tahun di Kalimantan Barat yang terpaksa harus jalani operasi mata.

Bocah tersebut harus dioperasi mata setelah bermain lato-lato. Dilansir dari Tribun Lifestyle, kejadian ini menimpa seorang anak laki-laki yang berusia 8 tahun, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Ayah korban AJ menceritakan saat kejadian tersebut terjadi pada (27/12/2023).

“Waktu itu AN lagi main lato-lato di rumah temannya, terus setelah pulang saya lihat matanya sudah merah,” katanya kepada Tribun, Senin(9/1/2023).

“Terus saya tanya kenapa?, awalnya tidak mau cerita, tapi saya pujuk akhirnya dia cerita, jadi pada saat main, lato-latonya pecah terus serpihannya tertancap di matanya,” katanya.

Setelah mengetahui hal tersebut, ia dan beserta keluarganya segera membawa anaknya ke rumah sakit.

“Awal kejadian itu kita bawa dulu ke Kimia Farma kemudian mendapatkan rujukan dan kita rujuk ke RSUD Soedarso, setelah dirawat ternyata harus di operasi dan berjalan lancar,” katanya.

Untuk kondisi AN saat ini tampak sudah membaik dan mata yang dioperasi masih dapat melihat hanya sedikit kabur atau buram saja.

“Sekarang sih sudah mulai membaik, kita juga dikasi obat tetes dimana harus rutin untuk diberikan, cuma pandangan masih kabur dan matanya merah,” jelasnya.

Sempat beredar di media sosial kejadian tersebut bukan terjadi di lingkungan sekolah, melainkan terjadi di rumahnya dan pada waktu libur sekolah.

Plt Kepala Sekolah SDN 07 Sungai Raya, Sulistini menjelaskan kebenaran yang terjadi atas informasi yang menyebar di sosial media.

“Yang beredar di media sosial itu sebenarnya bukan terjadi di sekolah, waktu itu hanya mengimbau saja kepada guru-guru untuk melarang anak murid membawa lato-lato di sekolah dan kejadiannya bukan di sekolah,” jelasnya.

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) pun buka suara. Mengutip artikel Serambinews.com, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengimbau, agar kecelakaan tersebut tidak lagi terjadi.

Orangtua perlu mengawasi secara seksama saat anak bermain permainan lawas itu.

Menurutnya, kejadian tersebut disebabkan karena kecelakaan.

Sehingga tidak diwajibkan lapor kepada Kemenkes.

“Bisa terjadi karena cedera seperti kecelakaan. Tapi tidak ada kewajiban lapor Ke Kemenkes alias tidak ada penelusuran layaknya penyakit atau kasus jajanan,” kata dia saat dikonfirmasi wartawan, Senin (9/1/2023) .

Mengutip artikel Kompas.com, meski kini tengah menjadi tren di Indonesia, namun ternyata permainan itu sudah dimainkan sejak periode 1960-an.

Dilansir dari Quartz, permainan lato-lato berasal dari Amerika Serikat. Di negara asalnya permain tersebut bernama clackers, click-clacks, atau knockers. Pada awal ’70-an, ratusan pembuat mainan telah menjual jutaan clackers di seluruh dunia.

Pada periode itu, clackers sangat populer sehingga permainan itu menjangkau penduduk sebuah provinsi kecil di Italia utara bernama Calcinatello.

Di wilayah yang mempunyai populasi 12.832 jiwa tersebut pernah diadakan kompetisi tahunan untuk penggemar clackers.

Clackers memiliki desain yang mirip dengan boleadoras, senjata pilihan untuk gaucho atau koboi ala Argentina yang mencoba menangkap hewan bernama guanaco. Awalnya clackers terbuat dari kayu atau logam.

Kemudian setelah itu dibuat dari tempered glass. Namun serpihan pecahan dari bahan tempered glass dianggap berbahaya bagi orang yang memainkannya.

Pada 1966, Food and Drug Administration, lembaga yang awalnya juga mengatur keamanan mainan di Amerika Serikat juga sempat mengeluarkan peringatan terkait bahaya clackers.

Clackers dilarang karena dianggap mengandung bahan kimia maupun radioaktif serta mudah terbakar.

Tiga tahun kemudian, kewenangan tersebut diperluas, yakni dengan melarang penjualan mainan clackers di pasaran.

Permainan yang awalnya dipasarkan sebagai cara untuk mengajari anak-anak koordinasi tangan dan mata itu bisa menjadi proyektil, sehingga dikeluarkan peringatan untuk mencegah kebutaan.

Kendati dilarang di Amerika Serikat, namun kepopuleran permainan itu telah merambah ke seluruh dunia.

Jika sebelumnya dibuat dari tempered glass, seiring berjalannya zaman clackers dibuat dari bahan plastik polimer yang dianggap lebih aman.