DEPOK, Eranasioanl.com – Setara Institute menyebutkan Kota Depok selama tiga tahun masuk dalam kategori intoleran berdasarkan hasil surveinya. Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Depok, Mohammad Idris meminta untuk tidak memancing yang dapat membuat suasana tidak nyaman.
Mohammad Idris mengatakan, melakukan survei di Kota Depok merupakan hak semua orang, namun tetap dalam suasana damai di Kota Depok. Namun tidak mengeluarkan statement yang dapat memperkeruh dalam masa politik saat ini.
“Ini zaman politik kadang-kadang terpancing, kita khawatir itu akan memancing suasana yang enggak nyaman,” ujar Idris kepada Liputan6.com, Selasa (11/4/2023).
Idris menjelaskan, Depok disebut sebagai intoleran harus berdasarkan fakta. Penyelenggara survey dapat meminta statement realita Kota Depok, dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok.
“Apakah memang ada diskriminasi, kalau memang ada kasus yang memang kita tidak akan melanggar peraturan perundangan dari pusat,” jelas Idris.
Idris mencontohkan, penyegelan Ahmadiyah apabila dianggap sebuah kasus yang intoleran, maka dirinya mempertanyakan hal tersebut.
Menurutnya, penyegelan Ahmadiyah telah sesuai dengan peraturan perundangan, serta sebagai upaya perlindungan terhadap Ahmadiyah dari hal yang tidak diinginkan karena mendapatkan penolakan warga.
“Kami ingin menjaga saudara kita Ahmadiyah yang memang pada saat itu mendapatkan serangan dan kemungkinan ancaman dari sebagian warga Kota Depok,” tegas Idris.
Idris mengungkapkan, ajaran Ahmadiyah hingga saat ini masih dilarang dan fatwa MUI aliran Ahmadiyah merupakan aliran sesat. Tidak hanya itu, Pemerintah Kota Depok setiap bulannya memberikan insentif sebesar Rp400 ribu kepada seluruh pemangku jabatan keagamaan.
“Tidak hanya ustad tapi kami turut memberikan kepada para pendeta, kita pertanyakan itu intolerannya dimana,” ungkap Idris.
Pemerintah Kota Depok setiap tahunnya memberikan rekomendasi pembangunan terhadap masjid dan gereja. Bahkan beberapa gereja telah diberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di beberapa wilayah Kota Depok.
“Apakah ini dianggap sebagai kota intoleran, ini realita, kami mempertanyakan hasil survei dan metodenya seperti apa,” ucap Idris.
Idris menambahkan, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Depok pada 2022 telah melakukan survei bersama akademis Universitas Indonesia dan pelaku survei lainnya. Hasilnya Kota Depok dinyatakan cukup baik dalam toleransi.
“Kota Depok ini dianggap cukup oleh hasil survei profesor yang ada di UI memang kita tidak memberikan publikasi secara besar-besaran,” pungkas Idris.
Sebelumnya, Setara Institute memberikan skor rendah dalam dua tahun secara beruntun pada dua laporan Indeks Kota Toleran.
Kota Depok mendapati skor terendah yakni 2,00 dan berada pada posisi ke 86 sebagai kota dengan tingkat peristiwa intoleransi tertinggi.
Berdasarkan catatan Setara Institute, terjadi lima peristiwa intoleransi dan pelanggaran hak atas kebebasan beragama.
Lima peristiwa tersebut yakni pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Depok dalam Rangka Penyelenggaraan Kota Depok sebagai Kota Religius, diskriminasi terhadap dua siswi berjilbab ingin melakukan praktik kerja lapangan, dan pelarangan perayaan Valentine’s Day.
Selain itu terdapat kesepakatan rapat soal Raperda Kota Religius, dan demonstrasi yang meminta warga Ahmadiyah di Masjid Al-Hidayah menghentikan kegiatan. **
Tinggalkan Balasan