DEPOK, Eranasional.com – Dalam satu terakhir, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Jawa Barat, sedikitnya menerima 1.500 aduan permasalahan pertanahan. BPN Kota Depok mengoptimalkan penyelesaiannya melalui jalur mediasi. Langkah ini dinilai memiliki berbagai keunggulan.

Dalam penyelesaiannya, setiap aduan yang masuk akan disaring terlebih dulu sebelum ditindaklanjuti.

Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan menegaskan setiap pengaduan yang ditindaklanjuti akan berpegangan pada aturan hukum yang berlaku, sehingga, meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari.

“Dalam menangani kasus pertanahan, kami berpedoman pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Kasus Pertanahan,” kata Indra Gunawan, Jumat (3/11/2023).

Dia mengungkapkan, permasalahan pertanahan yang paling dominan terjadi di Kota Depok akibat dua akar permasalahan yakni tidak dilakukan penguasaan atas tanah yang dimiliki dan pemanfaatan tanah dengan tidak optimal. Hal itu terungkap sejak BPN Kota Depok berdiri tahun 1999 setelah dilakukan pemekaran dari BPN Kabupaten Bogor.

“Pertama, tidak dilakukannya penguasaan atas tanah yang dimiliki. Bahkan cenderung abai atas asetnya sendiri hingga dibiarkan bertahun-tahun dan dianggap hanya sebatas investasi. Ini yang sering kita temukan. Kedua, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan tidak optimal oleh pemiliknya,” jelas Indra.

Lanjut Indra, permasalahan semakin rumit karena belum terintegrasinya data peta pendaftaran tanah atau peta offline maupun peta kerja dengan sistem Kegiatan Kantor Pertanahan (KKP) saat ini. Hal ini menyebabkan banyaknya sertifikat yang diterbitkan BPN Kota Depok, belakangan diketahui sudah pernah diterbitkan oleh BPN Kabupaten Bogor.

“Pada kasus seperti ini, Kantor Pertanahan hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membantu mencari solusi. Caranya, dengan jalan mediasi. Keberhasilan dari mediasi ditentukan oleh para pihak yang berkonflik,” ujarnya.

Dengan cara seperti itu, kata Indra Gunawan, peran BPN Kota Depok berperan dalam menyelesaikan konflik pertanahan sangat besar. Dan tentunya, harus dibarengi dengan literasi bidang hukum, pengetahuan SDM dan instrumen BPN Kota Depok dalam melakukan penanganan kasus pertanahan dan kemampuan berkomunikasi dengan para pihak yang berkonflik dapat menjadi tolak ukur dalam penyelesaian konflik.

“Para pihak yang berkonflik harus dapat menurunkan tensinya dan tidak lagi arogan untuk mengatakan bahwa dia adalah pihak yang paling benar,” imbuh Indra.

Dia berkeyakinan, cara bermediasi dapat menjadi jembatan bagi para pihak yang bersengketa mendapatkan jalan tengah secara win-win solution.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Depok, Hodidjah mengatakan dengan melakukan perundingan maka peluang untuk mendapatkan kesepakatan antara pihak-pihak berkonflik sangat besar dan difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN, sesuai kewenangannya atau mediator pertanahan.

Dia menyebutkan, pada 2023, kasus pertanahan di Kota Depok yang dimediasikan sebanyak 35 kasus. “Berbagai macam permasalahannya, yaitu sengketa batas, tumpang tindih, putusan pengadilan, sertifikat ganda, sertifikat pengganti dan lain-lain,” ucap Hodidjah.

Dia menjelaskan, pengaduan adalah keberatan yang diajukan pihak yang merasa dirugikan atas suatu produk hukum Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN, atau Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya menyangkut penguasaan atau kepemilikan bidang tanah tertentu.

Adapun alur penyelesaiannya, kata Hodidjah, pihaknya akan memilah pengaduan tersebut untuk mendapatkan penanganan sesuai tahapannya. Sementara, penanganan kasus adalah mekanisme atau proses yang dilaksanakan dalam rangka penyelesaian kasus.

“Setiap pengaduan akan kami kaji dengan cara melakukan gelar awal untuk mengetahui apakah terhadap pengaduan tersebut merupakan kewenangan kami atau bukan, jika bukan maka kami akan menyurati pengadu, namun jika ya, maka akan kami teruskan dengan melakukan penelitian sampai dengan penyelesaiannya,” pungkas Hodidjah. (fyan)