Anshar menambahkan, rentang usia 25 – 40 tahun menunjukkan level produktivitas.
Di usia demikian perempuan masih cukup produktif, sehingga perasaan sanggup mandiri walau tanpa suami pasti akan tumbuh.
“Yang tidak boleh kita nafikan adalah gugatan cerai yang diajukan oleh laki-laki. Faktor pertengkaran dan perselisihan akan tetap menjadi pemicunya,”ungkap Anshar.
Namun kata dia, kita jangan berfokus pada siapa yang salah atau yang benar. Terlepas dari persoalan itu adalah sebuah pilihan hidup, namun perkembangan psikis anak-anak dari hasil pernikahan pasangan yang bercerai ini akan sangat berimbas.

“Peluang terjadinya broken home tidak boleh kita abaikan pada anak-anak mereka yang terdampak perceraian ini, dan tentu kita perlu was was akan hal ini sebab menyangkut perkembangan psikologis generasi bangsa ini,”tutupnya. (*)
Tinggalkan Balasan