Jakarta, ERANASIONAL.COM – Dalam rangka menekan polusi udara di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta berencana memperluas kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan perluasan LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta.

Menurut dia, perluasan kawasan rendah emisi diatur dalam Keputusan Gubernur No. 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.

“Dalam poin Keputusan Gubernut itu diatur tentang kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, penetapan lokasi Kawasan Bebas Kendaraan Bermotor,” kata Asep melalui rilis yang diterima Eranasional, Senin, 22 Januari 2024.

DLH DKI Jakarta, kata Asep, sudah memaparkan rencana ini dalam Diskusi Pemantauan Kualitas Udara 2023 dan Strategi Pengendalian Kualitas Udara Melalui Kawasan Rendah Emisi di DKI Jakarta, Rabu, 17 Januari kemarin, yang diselenggarakan bersama Clean Air Catalyst, sebuah inisiatif tingkat internasional untuk perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia yang didukung oleh USAID serta ITDP Indonesia, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia dan Vital Strategies.

Katanya, saat ini, Jakarta memiliki dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail di mana kawasan rendah emisi berikutnya.

Selain itu, DLH DKI Jakarta juga bersinergi dengan Dinas Perhubungan DKI.

kata Asep, kajian kawasan rendah emisi dilakukan DLH dibantu sejumlah pihak. Dia menekankan, Jakarta akan menjadi kota global dengan udara yang semakin membaik.

“Kami berharap dengan perluasan kawasan rendah emisi, Kota Jakarta naik kelas menuju global dengan kualitas udara yang semakin membaik,” ujarnya berharap.

Sementara itu, Manajer Program Clean Air Catalyst Satya Utama menyatakan antusias dapat bekerja sama dengan DLH DKI Jakarta dan dinas-dinas terkait lainnya untuk mendesain dan melaksanakan perluasan kawasan rendah emisi.

Dia mengatakan banyak tantangan dalam mendesain dan melaksanakan kawasan rendah emisi.

Sedangkan, Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof Puji Lestarivyang juga Co-Principal Investigator Clean Air Catalyst memaparkan hasil penelitian yang menunjukkan penyumbang terbesar emisi PM 2,5 dan Black Carbon adalah Heavy-Duty Vehicle atau yang lebih dikenal dengan kendaraan berat seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6 persen untuk PM 2,5 dan 38,9 persen untuk Black Carbon. (*)