DEPOK – Mantan Sekretaris Daerah ( Sekda ) Kota Depok Hardiono melayangkan surat somasi kepada Walikota Depok Mohammad Idris terkait pemberhentian secara sepihak yang dilakukan pada dirinya.
Fitrijansjah Toisutta, kuasa hukum Hardiono mengatakan, somasi pertama merupakan bentuk ketidakjelasan pemberhentian sepihak orang nomor satu di Kota Depok itu terhadap kliennya.
“Kedatangan kami ke sini untuk mengirimkan somasi pertama dari klien kami Hardiono, yang ditujukan langsung kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris, atas pemberhentian sepihak sebagai Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Daerah Perusahaan Air Minum Tirta Asasta Kota Depok,” ucap Toisutta di halaman Balai Kota Depok, Rabu siang (10/3/2021).
Dalam kasus ini, kuasa hukum Hardiono menyatakan Wali Kota Depok sengaja lalai memecat kliennya. Hal tersebut dijelaskan dengan masuknya SK Walikota Depok Nomor 800/47 / kpts / ek / hkm / 2021 tentang pemberhentian Ketua Dewan Pengawas PDAM Tirta Asasta Kota Depok Tahun 2019-2022.
“Kami meyakini SK Pemberhentian yang ditujukan ke Hardiono oleh Wali Kota Depok, terkait pemberhentiannya sebagai Ketua Dewan Pengawas PDAM Tirta Asasta adalah cacat hukum, mengingat jabatan ketua dewan pengawas PDAM bernomor SK Wali Kota Depok soal pengangkatan klien kami sampai masa bakti 2022,” ungkapnya.
Toisutta menjelaskan, pemberhentian Hardiono dari jabatan ketua Dewan Pengawas PDAM Tirta Asasta Kota Depok tidak pernah diatur dalam undang-undang, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018. tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas atau anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi BUMD.
“Artinya SK Pemberhentian Ketua Dewan Pengawas PDAM terhadap klien kami, sangat tidak tepat dan melanggar kedua peraturan tersebut,” tegas Toisutta.
Berdasarkan fakta, kuasa hukum Harrdiono menduga Wali Kota Depok lalai terhadap kliennya.
“Secara jelas dan tegas disebutkan pada Pasal 28 Permendagri Nomor 37 tahun 2018 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewas, anggota Komisaris, serta anggota direksi BUMD berakhir, jika yang bersangkutan meninggal dunia, dan yang kedua masa jabatan berakhir, atau diberhentikan sewaktu-waktu,” sambungnya.
Toisutta juga menjelaskan pemecatan Hardiono terserap dalam Pasal 30 Ayat 1 Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, di mana alasan ringkasannya ada pada Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi ‘kecuali alasan pemberhentian karena pensiun’.
“Di sini sangat terlihat buruknya penataan sistem dalam melakukan pengambilan keputusan yang mendiskriminatifkan klien kami, oleh karenanya kami akan proses ke jalur hokum,” tambahnya.
Mantan Sekretaris Daerah Kota Depok Hardiono juga membenarkan bahwa Mohammad Idris telah memberhentikannya secara sepihak. Ia juga menjelaskan, surat yang dikeluarkan tidak sinkron dengan pengiriman SK pemberhentian.
“Surat pemberhentian yang ditulis itu kan tanggal 1 Februari 2021, tapi saya menerimanya sebulan kemudian tanggal 2 Maret. Artinya ada mekanisme yang salah sehingga wajar jika kami ajukan somasi ke Wali Kota Depok, terlebih sangat jelas di situ terlihat adanya pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi pak Wali,” pungkas Hardiono. (MO/Lucy/Red)
Tinggalkan Balasan