Pekalongan, ERANASIONAL.COM – Guna mencegah abrasi di Pantai Bandengan, Kemitraan bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan membangun pemecah gelombang (breakwater).
“Saat ini kita sedang berada di lokasi pembangunan rubble mound breakwater, yakni pemecah atau pelindung gelombang yang terbuat dari tumpukan batu-batu alam,” kata Senior Program Manager Kemitraan, Abimanyu Sasongko Aji saat ditemui Eranasional di lokasi pembangunan breakwater, Kamis (3/7/2025).
Menurut Aji, adanya breakwater ini merupakan bentuk nyata dari aksi adaptasi perubahan iklim yang berfungsi untuk meminimalisir energi gelombang/ombak dan mengembalikan sedimen.
“Disini abrasinya luar biasa. Permukaan air laut terus naik, ombak yang kuat, garis pantainya juga sudah mundur sekian meter dan membuat mangrove terdegradasi,

“Dengan adanya breakwater, kami berharap bisa mengembalikan sedimen sehingga ada peluang untuk menumbuhkan mangrove kembali,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahwa pembangunan breakwater merupakan proyek pertama Kemitraan di wilayah pantura yang didukung oleh Adaptation Fund.
“Karena breakwater ini ada di ruang laut, maka domainnya ada di Provinsi Jawa Tengah bukan di Kota Pekalongan. Tapi tentunya, fungsi yang ditawarkan breakwater ini adalah untuk melindungi sebagian Kota Pekalongan,” kata Aji.
Pihaknya menargetkan, dua pembangunan breakwater itu bisa rampung pada bulan November 2025. Adapun total anggaran yang digelontorkan yakni Rp 16,3 miliar.
“Untuk pengerjaan sudah dimulai 2 minggu yang lalu. Ada dua breakwater, masing-masing unit panjangnya 150 meter, lebar 21 meter, tinggi 3 meter dan ada celah 100 meter,
“Untuk anggarannya Rp 14,3 miliar, tapi kalau ditambah dengan perencanaannya total anggaran mencapai Rp 16,3 miliar,” pungkasnya.
Sementara itu Bambang Sugiharto, Kepala Dinas DPUPR Kota Pekalongan mengatakan, pihaknya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Kemitraan serta Adaptation Fund yang sudah membantu membangun breakwater meski hanya dua titik.
“Untuk total kebutuhan breakwater sebenarnya ada 5 titik. Namun, karena keterbatasan anggaran dari Kemitraan baru 2 yang terbangun. Jadi, nanti ada 2 bangunan breakwater panjang 150 meter. Terus, ada celah 100 meter dan kemudian 150 meter lagi bangunan breakwater,” jelasnya.
Ia berharap, adanya breakwater bisa mengatasi abrasi dan mengubah perilaku pantai serta pola sedimentasi khususnya di sebelah barat Krematorium (Pantai Bandengan).
“Dulu kita sudah bangun revetment, geobag, dan geotube tapi sekarang sudah tenggelam semua karena konturnya sudah turun sehingga gelombangnya semakin meninggi. Harapannya, dengan adanya breakwater ini bisa berdampak positif untuk mengatasi abrasi,” tuturnya.
Ia menjelaskan, bahwa desain breakwater itu sudah melalui kajian yang panjang. Mulai penyusunan desain dari PT NPA, melibatkan pakar Institut Teknologi Bandung (ITB) hingga tim ahli dari Universitas Diponegoro (Undip) untuk mereview desain dan membuat simulasi arah angin.
“Termasuk mereview tinggi gelombang dan sedimentasi. Karena keterbatasan anggaran, hasil dari kajian itu, maka dari 5 titik yang paling efektif untuk dibangun terlebih dahulu yakni nomor 1 dan 2,” terang Bambang.
Menurut Bambang, proyek pembangunan breakwater ini untuk jangka panjang. Bahkan, ITB dan Undip juga sudah memperhitungkan laju land subsidence konstruksi bangunannya.
“Harapannya, (breakwater) bisa tahan agak lama. Tapi, ketika konstruksi ini turun bisa di top up atau ditinggikan lagi. Untuk pemeliharaan breakwater, karena bangunan ini terletak di wilayah pantai,
“Maka, ini kewenangan Pemprov Jateng. Asetnya nanti diserahkan ke Pemprov, kita (Pemkot Pekalongan) hanya menerima manfaatnya saja,” pungkasnya. (em-aha)
Tinggalkan Balasan