Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI). Dok.Pri

BOGOR, Eranasional.com- Setiap tanggal 22 Desember, kita memperingati Hari Ibu sebagaimana dunia Barat merayakan Mother’s Day. Padahal awal lahirnya peringatan keduanya sangat berbeda.

Hari Ibu di Indonesia sebenarnya adalah peringatan Kongres Perempuan Indonesia I, peringatan pergerakan perempuan Indonesia secara politik, setidaknya 30 organisasi perempuan bersatu di hari itu.

Peserta Kongres kebanyakan perempuan muda lajang, seperti Siti Sundari, tunangan Muhammad Yamin. Sehingga jelaslah, bahwa yang dimaksud “ibu” bukan hanya perempuan yang telah memiliki anak. Tetapi kata “ibu” sebagai sebutan penghormatan terhadap semua perempuan.

Kongres Perempuan I pada tanggal 22 Desember 1928 adalah peristiwa monumental yang mengukuhkan tonggak perjuangan perempuan di ranah politik. Hari bersejarah ini penting untuk diperingati secara tepat, sebab dengan demikian tidak perlu ada perdebatan lagi soal pantas atau tidak, boleh atau tidak perempuan terjun ke dunia politik di Indonesia. Dan meneguhkan peranan perempuan dalam proses lahirnya sebuah negara Republik Indonesia.

Namun, meski gerakan perempuan nasional telah dimulai sejak 94 tahun lalu, harus diakui bahwa hingga saat ini perlakuan diskriminatif, subordinasi serta tindakan hegemoni sistem patriarki masih kuat mencengkram.

Disadari atau tidak, peran politik perempuan dalam berbagai sendi organisasi baik itu ormas maupun partai politik serta kepemerintahan masih sangat jauh dari ideal. Ini tidak bisa didiamkan.