JAKARTA, Eranasional.com – Rencana pemerintah untuk membedakan tarif kereta rel listrik (KRL) masih menjadi polemik di masyarakat. Meski kabar itu sudah tersiar sejak akhir Desember 2022, rencana kebijakan baru ini masih dikritik oleh sejumlah pengguna KRL.
Andri (50), mengatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan rencana untuk membedakan tarif KRL bagi yang mampu dan tidak mampu.
“Kalau misalnya nanti jadi Rp10.000 sampai Rp15.000 per perjalanan, mendingan buat beli bensin,” kata Andri, Senin (2/1/2023).
Justru, kata Andri, biaya yang akan dikeluarkan untuk perjalanan Pulang Pergi (PP) bisa mencapai kisaran Rp20.000 sampai dengan Rp30.000. Oleh karena itu, Andri tidak setuju dengan rencana tersebut.
“Sudah bagus kita naik kendaraan umum, daripada nanti kalau dinaikin tarifinya ‘si kaya’ bisa jadi bawa kendaraan pribadi lagi, ujung-ujungnya bikin macet jalanan,” tukasnya.
Ia juga mempertanyakan cara pemerintah untuk membedakan “si kaya” dan “si miskin” bagi pengguna KRL. “Masih rancu bagaimana membedakannya. Pendapatannya yang lebih dari Rp7 juta atau bagaimana?” tanyanya.
Mengenai penggunaan kartu khusus, dia menilai hal tersebut dapat menimbulkan starta sosial. “Yang kartunya warna emas itu orang kaya, misalnya. Di lapangan dikhawatirkan akan terjadi diskiriminasi,” ucap Andri.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana untuk menerapkan subsidi silang dalam tarif KRL Jabodetabek. Wacana ini diungkapkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam sebuah konferensi pers, Selasa (27/12/2022).
Ia mengatakan, tarif KRL akan disesuaikan supaya subsidi lebih tepat sasaran. “Dalam diskusi kemarin dengan Pak Presiden (Jokowi), kita akan pilah-pilah, siapa yang berhak yang mendapatkan subsidi. Jadi, mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar, dengan membuat kartu,” kata Budi Karya.
Sebagai informasi, tarif asli KRL adalah sekitar Rp10.000-Rp15.000 untuk sekali perjalanan. Namun, pemerintah pusat mengalokasikan subsidi pada kebijakan tarif yang sudah berlaku sekotar 5 tahun terakhir itu.
Walhasil, pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp3.000 untuk 25 Km pertama, dan Rp1.000 untuk setiap 10 Km berikutnya.
Budi Karya mengatakan, pihaknya berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memilah-milah mereka yang lebih berhak untuk mendapat subsidi tarif KRL. Dengan begitu, kata dia, masyarakat yang memiliki kemampuan finansial lebih baik akan membayar lebih besar dari tarif normal KRL. Menurut Budi, langkah ini bisa membuat subsidi lebih tepat sasaran.
“Jadi mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar dengan membuat kartu. Kalau itu berhasil subsidi itu bisa kita berikan kepada sektor yang lain,” terang Budi Karya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan