Warga korban gempa di Cianjur, Jawa Barat, di pengungsian. (Foto: Istimewa)

CIANJUR, Eranasional.com – Korban gempa Cianjur yang masih tinggal di tenda pengungsian harus menjalankan puasa Ramadhan di tengah keterbatasan dan keprihatinan.

Puasa tahun ini warga rasakan sangat berbeda dengan puasa sebelumnya saat mereka masih hidup layak dan normal di rumah-rumah mereka sebelum hancur diguncang gempa bumi 5,6 magnitudo, Senin, 21 November 2023.

Inggit, 40 tahun, warga Kampung Pangkalan, Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, mengatakan, suasana Ramadhan atau puasa kali ini harus dijalani dengan keprihatinan.

“Berbeda dengan puasa sebelumnya, kali ini harus dijalani dengan berbagai keterbatasan dan keprihatinan. Puasa ini, kita masih harus tinggal di tenda pengungsian karena rumah yang kita tempati hancur rata dengan tanah akibat gempa beberapa bulan lalu,” kata Inggit di Cianjur, Kamis (23/3/2023).

Inggit mengungkapkan, tidak ada tradisi yang biasa dilakukan setiap menyambut hari pertama puasa, seperti tradisi Munggahan atau memasak makanan enak dan istimewa yang biasa dihidangkan saat makan sahur pertama.

“Jangankan untuk Munggahan, makan sehari-hari di pengungsian saja sekarang sulit, ditambah harta benda yang terkumpul sebagian rusak akibat gempa,” jelasnya.

Inggit berharap, situasi dan kondisi ini segera pulih dan membaik. Meski tak betah, namun tak ada pilihan lagi bagi Inggit untuk sementara tinggal di tenda pengungsian.

“Berharap pemerintah daerah segera menyalurkan bantuan dana stimulan rumah rusak terdampak gempa bumi Cianjur agar warga tidak berlama-lama tinggal di tenda pengungsian,” ujarnya.

Tidak hanya fisik, sambung Inggit, mental dan kejiwaan warga cukup terganggu dengan terus berlama-lama tinggal di tenda pengungsian.

“Sudah banyak yang terjangkit penyakit, terutama warga lanjut usia dan anak-anak. Semoga ibadah puasa kali ini dapat lebih menyabarkan kita dengan cobaan bencana ini,” tandasnya.

Sementara itu, Ade, 36 tahun, warga Kampung Garogol, Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, menuturkan bersama warga di lingkungannya membersihkan dan menyiapkan musala darurat untuk pelaksanaan salat tarawih dan kegiatan keagamaan lainnya selama bulan puasa.

“Di lingkungan ini, tidak hanya rumah warga yang rusak dan hancur diguncang gempa, tapi bangunan masjid juga ambruk. Makanya, kita bergotong-royong membersihkan dan menyiapkan sarana ibadah agar lebih layak dan nyaman selama pelaksanaan ibadah puasa,” jelas Ade.

Ade menyebutkan, lebih dari tiga bulan warga terdampak gempa bumi tinggal di tenda pengungsian. Kondisi cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa hari membuat warga makin sengsara.

“Waktu terjadi hujan deras disertai angin kencang beberapa hari lalu banyak tenda warga yang rusak, bahkan hanyut terbawa banjir. Sementara, sampai saat ini belum ada kejelasan kapan bantuan stimulan rumah rusak dapat diterima warga,” tandas Ade.