“Mendominasi kasus itu pertengkaran atau perselisihan. Artinya itu ada sebagian besar suami mau enak susah anak artinya mau enak saja, tapi memberikan anak itu susah. Jadi memang fenomena seperti itu, atau perkara cerai gugatnya itu didominasi perempuan,” katanya

“Kalaupun ada faktor lain ada satu pihak meninggalkan pihak lain ada juga sih, ada juga faktor perceraian karena sosial media, maksudnya ada kedapatan chat lain menimbulkan kecemburuan perselisihan karena pihak ketiga, faktor ekonomi juga ada penyebab, tapi praktis tidak terlalu,” sambungnya.

Imran menyebut bahwa faktor perselisihan yang mendominasi sebenarnya ada beberapa rentetan.

Bukan hanya persoalan faktor soal nafkah, atau pun  karena kelalaian, dan bukan juga  karena faktor ekonomi tapi lebih tanggungjawab saja sehingga mereka berselisih paham.

Selanjutnya, berkaitan faktor murtad, ada salah satu keluar dari agama atau keyakinan Islam, mungkin ini perselisihan juga terjadi karena sesuatu lain hal. Kemudian, karena adanya juga perselingkuhan antara mereka.

“Faktor lain dari perselisihan itu juga karena soal perselingkuhan, ada salah satu dari mereka menjalin asmara ke pihak lain,” tukasnya.

Imran menambahkan, bahwa sebenarnya hak talak itu sudah jelas ada pada suami, namun karena fenomena yang terjadi justru istri merasa terabaikan, sehingga hak-haknya tidak terpenuhi, makanya menggugat cerai suaminya ke PA Makassar untuk menuntut haknya.

“Kadang ada orang berpandangan kenapa banyak perempuan atau istri lakukan gugatan di PA, hal ini disebabkan karena suami yang lalai dari kewajiban,” terangnya. (*)