Jakarta, ERANASIONAL.COM – Komisi E DPRD Jakarta meminta Dinas Pendidikan (Disdik) membatalkan pemutusan kontrak, terhadap sejumlah guru honorer. Mengingat, jumlah tenaga pendidik di semuah jenjang pendidikan masih kurang.
“Kalau diputus kontrak pasti kekurangan guru, karena pengadaan guru dari ASN tidak bisa cepat, butuh waktu,” ujar Sekretaris Komisi E DPRD Jakarta Jhonny Simanjuntak, dikutip dari laman resmi DPRD Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Jhonny mendorong Disdik mencari solusi untuk ratusan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing honorer. Jhonny menyakini peserta didik akan ikut terdampak.
“Harus ada upaya terobosan lain dari Dinas Pendidikan selain pemecatan. Ini akan berakibat pada peserta didik, mereka tidak mendapat ilmu dari guru-guru yang berkompeten,” jelasnya.
Aspirasinya ini, akan disampaikan Jhonny secara langsung kepada Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdik Budi Awaluddin. Budi bakal dipanggil dalam rapat Komisi E bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta pada pekan depan.
“Minggu depan, Komisi E akan memanggil Dinas Pendidikan. Kita minta penjelasan sekaligus meminta supaya guru-guru yang sudah diputus dikembalikan seperti semula,” tandasnya.
Disdik Jakarta melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 4 ribu lebih guru honorer. Hal ini menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Di Jakarta kalau berdasarkan data kami lebih dari 3 ribu-4 ribuan (guru honorer). Karena satu sekolah satu dan ada yang dua (guru honorer),” ujar Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jakarta, Budi Awaluddin dalam konferensi pers, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024).
Budi menjelaskan pengangkatan guru honorer ini dilakukan secara maladministrasi. Sebab, pengangkatan dilakukan oleh kepala sekolah dan digaji menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sedangkan, dalam aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud), tidak semua guru dapat digaji menggunakan dana BOS. Dana tersebut hanya diperuntukkan bagi guru dengan status nonASN, terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), mempunyai Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan tidak menerima tunjungan guru.
“Nah dari keempat tersebut ada dua yang tidak dimiliki kan yaitu mereka (guru honorer) tidak terdata dalam data Dapodik dan mereka tidak mempunyai NUPTK,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan