Depok, ERANASIONAL.COM – Kasus dugaan malapraktik yang menewaskan Selebgram asal Medan, Ella Nanda Sari Hasibuan di klinik WSJ Beauty Depok terus bergulir.

Sejauh ini polisi telah memeriksa 10 saksi dan meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan.

Terbaru, tim penyidik telah diberangkatkan ke Sumatera Utara (Sumut) untuk memeriksa pihak korban dan melakukan autopsi terhadap jenazah.

“Kita kemarin sudah gelar naik ke sidik, sekarang kita lagi ngirim anggota ke Sumatera Utara untuk periksa pihak korban sama autopsi jenazah,” ujar Kapolres Metro Depok, Kombes Pol. Arya Perdana, Kamis (1/8/2024).

Kendati demikian, penetapan tersangka dalam kasus ini masih belum bisa dilakukan.

Polisi masih membutuhkan alat bukti yang cukup, termasuk hasil autopsi untuk memastikan penyebab kematian korban.

“Belum. Jadi untuk penetapan tersangka itu, kita butuh alat bukti yang cukup sama butuh alat bukti hasil autopsi,” ucapnya.

Hasil autopsi nantinya akan menjadi kunci untuk menentukan apakah kematian pasien tersebut disebabkan oleh tindakan medis yang dilakukan oleh dokter di klinik tersebut.

“Itu yang bisa nentukan dokter forensik. Tapi dari keterangan dokter yang menerima pada saat di rumah sakit, pada saat sampai rumah sakit sudah tidak bernyawa,” jelas Arya.

Fakta mengejutkan terungkap terkait klinik WSJ Beauty tersebut.

Ternyata pemilik klinik, yang diketahui berinisial W merupakan istri seorang anggota polisi berinisial AS. Terkait hal tersebut, Kapolres Depok Kombes Arya Perdana menyatakan tak akan mempengaruhi jalannya penyidikan.

“Tidak ada masalah. Siapapun mungkin dia anggota atau bukan anggota, kalau itu tindak pidana akan kita tindak lanjut, yang jelas tidak berdinas disini” tegas Arya.

Selanjutnya, dia menduga Klinik Wsj mempekerjakan dokter tanpa izin praktik dan sertifikasi untuk melakukan prosedur sedot lemak.

“Jadi kalau dokternya itu, pertama tidak memiliki izin praktek, terus tidak punya sertifikasi untuk sedot lemak. Jadi kemungkinan pemiliknya itu pempekerjakan dokter yang tidak punya izin peraktek,” ungkap Arya.

Selain dokter, seorang suster juga turut terlibat dalam penanganan pasien.

Klinik pratama tersebut, yang seharusnya hanya melayani pengobatan umum, diduga telah melakukan tindakan medis di luar kewenangannya.

“Ada dua yang menangani pasien, ada susternya juga. Ini kliniknya klinik pratama. Klinik pratama itu klinik untuk medis umum. Jadi untuk rawat jalan bukan untuk operasi,” ujar Arya.

Atas perbuatannya, para terduga pelaku terancam dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

“Untuk penetapan tersangka, belum, baru penyidikan. Penyebab kematiannya harus dilihat dulu, apakah mati gara-gara tersangka apa bukan. Nanti ini kita harus autopsi dulu,” pungkas Arya.

Sebagai informasi, Berdasarkan penulusuran Eranasional melalui aplikasi getcontact dengan nomor handphone, tercatat AS (Arief Setiawan) pernah bertugas di Satuan Narkoba unit 4 Polda Metro Jaya. AS sendiri tercatat berpangkat Briptu.

Kriminolog: Pemilik Klinik Bisa Dijerat Pasal Berlapis

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Prof. Adrianus Meliala. (Foto: Dok. Tribun)

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Prof. Adrianus Meliala mengatakan, menegaskan terlalu prematur menghubungkan keberadaan Sang Briptu di Klinik WSJ terkait TPPU.

“Ini menurut saya cuma praktik bisnis sampingan dari aparat untuk menambah penghasilan. Mungkin karena diseriusi sejak lama, sekarang jadi gede. Agar tdk kena aturan, maka diatasnamakan istri atau orang lain. Itu praktik biasa. Namun kali ini kesandung. Ada pasien tewas,”ujar Adrianus, (31/7/2024) sore.

Adrianus menambahkan, bisa jadi keberadaan sang polisi di tengah operasional WSJ sebagai “jeger” saja.

“Tongkrongannya saja di sana. Tujuan si oknum, ya, apalagi kalau bukan nambah penghasilan,” jelas Adrianus.

Dia mengatakan, sebenarnya kasus ini mudah sekali dituntaskan, karena sudah sangat jelas ada pelaku dan ada juga atasan pelaku.

“Pemilik bisa dikenakan pasal berlapis,”tegasnya. []