Pekalongan, ERANASIONAL.COM – Ancaman gempa berskala besar ‘megathrust’ menjadi isu yang terus hangat diperbincangkan oleh masyarakat. Pasalnya gempa bumi yang berpotensi berskala besar itu mengancam sejumlah wilayah di Indonesia.

Meski Kota Pekalongan diprediksi tidak ikut terdampak, namun masyarakat tetap dihimbau untuk tetap waspada. Untuk itu, salah satu upaya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana, Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II A Pekalongan menggelar simulasi.

Simulasi mitigasi bencana gempa dan kebakaran yang digelar di Aula dan Lapangan Rutan ini melibatkan seluruh petugas dan warga binaan, serta menghadirkan tim ahli dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan, Kamis, 17 Oktober 2024.

“Ini salah satu komitmen kami untuk meningkatkan kewaspadaan, dan menerapkan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi adanya bencana gempa maupun kebakaran di lingkungan Rutan,” kata Kepala Rutan Kelas IIA Pekalongan, Sastra Irawan kepada Eranasional.

Ia menambahkan, selain teori, para peserta juga langsung mempraktikkan materi yang telah disampaikan. Warga binaan dan petugas berlatih langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadinya gempa bumi serta memadamkan api agar mereka terbiasa dan tidak panik.

“Kami harap, seluruh petugas Rutan mampu memahami langkah yang harus dilakukan. Baik sebelum, pada saat, maupun pasca terjadinya bencana. Selain menyelamatkan diri sendiri, kami petugas rutan juga wajib melindungi keselamatan jiwa warga binaan,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesiapsiagaan Bencana pada BPBD Kota Pekalongan, Dimas Arga Yudha menjelaskan, terkait dengan penanganan kegawatdaruratan dan SOP bencana di dalam Rutan berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lapas dan Rutan.

Dimana, secara umum, teknik penyelematan diri dari bencana di dalam Rutan/Lapas tidak jauh berbeda dengan penyelamatan kebencanaan lainnya di luar Lapas/Rutan.

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni selain menyelamatkan diri sendiri juga fokus pada penyelamatan warga binaan. Baik itu tahanan, maupun narapidana dengan tetap memperhatikan keselamatan dan keamanan.

“Pada saat terjadi bencana, yang terpenting, adalah ketika diri sendiri selamat. Para petugas pengamanan Rutan khususnya yang membawa kunci segera membuka sel tahanan atau blok-blok kamar,” terang Dimas.

Kemudian, menginstruksikan untuk berkumpul di suatu titik kumpul yang aman dan tidak langsung dikeluarkan. Dimana, di titik kumpul yang berada di Rutan/Lapas inilah yang menjadi fase awal untuk melakukan penyelamatan.

Disamping itu, ia juga menekankan pentingnya tersedia alarm di dalam Rutan/Lapas sebagai penanda awal terjadinya bencana dan melakukan proses evakuasi.

“Bunyi alarm ini bisa sebagai tanda agar petugas bergerak membuka pintu-pintu kamar tahanan, sehingga semua penghuni Rutan bisa selamat dengan tetap memperhatikan koridor keamanan,” ujarnya.

Ketika bencana itu menyebabkan dampak yang lebih besar dan mengharuskan pemindahan tahanan ke lokasi lain, pihak Rutan harus berkoordinasi dengan jajaran TNI/Polri untuk melakukan pengamanan agar tidak terjadi adanya tahanan yang lari atau kabur.

“Simulasi seperti ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan kita semua. Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang didapat, kita berharap dapat mencegah terjadinya kebakaran dan meminimalisir dampak jika terjadi bencana,” tandasnya. (em-aha)