Dijelaskan, dulu tahun 2012 Kota Pekalongan pernah ingin kerjasama dengan Korea untuk mengolah sampah, namun setelah dikaji jumlah sampahnya kurang banyak dengan biaya mahal.

“Kemudian dibentuklah olah sampah berbasis kecamatan yang terdiri atas kelurahan gabungan untuk membuat banyak TPS yang saat ini sudah ada 23 TPS. Awalnya sampah diharapkan bisa selesai di TPS, namun ternyata belum mampu. Ternyata letaknya di pemilahan,” bebernya.

Semua TPS yang gagal karena pemilahan menyita energi, waktu, anggaran yang kemudian hanya dipilih diambil yang bisa reuse dan recycle lainnya dibuang di TPA.

“Akhirnya ini menelan anggaran banyak, semakin lama kondisi TPA semakin menumpuk. 5 tahun lalu kami sudah lobi ke gubernur untuk membuat TPA regional. Sudah lobi dengan Kabupaten Pekalongan dan sepakat didirikan di Bojong, namun warga menolak dan demonstrasi. Akhirnya pembuangan sampah kembali ke TPA Degayu,” jelas Mabrur.

Sementara keputusan Kementerian Lingkungan hidup TPA harus ditutup, sementara belum ditemukan solusi pasti. Sudah mulai diupayakan untuk mengurangi sampah dengan menata serta mefungsikan TPS yang ada secara maksimal, dan merencanakan membuat TPST baru.

“Kami juga akan usulkan TPAD untuk anggaran fokus darurat sampah yang bisa sesuai aturan. Pasalnya alokasi anggaran tak bisa seenaknya, harus lewat kajian pembahasan, paripurna, dan penetapan perubahan. Yang masih bisa ialah BTT untuk cadangan bencana. Dapat digunakan jika betul-betul dianggap darurat atau disebut bencana. Selain itu juga anggaran LH bakal direfocusing untuk penanganan sampah,” pungkasnya. (Em-Ha)