Pekalongan – Canting merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melukis motif batik tradisional berbentuk seperti pipa dengan ujung lancip.
Alat canting ini dahulu sering digunakan para pembuat atau pelukis batik, tak hanya di Pekalongan saja yang terkenal akan kota batiknya akan tetapi disebagian wilayah Indonesia bahkan mancanegara.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman para pengrajin batik ini lebih banyak menggunakan alat cap atau mesin print karena menurut mereka pengerjaannya lebih cepat.
Meski saat ini banyak yang menggunakan alat cap atau mesin print, tak membuat Amat Cahari (70) warga Kelurahan Kuripan Kertoharjo, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan ini menyurutkan kemampuan dan keahliannya untuk terus membuat alat canting batik.
“Sejak usia 16 tahun saya membuat canting tulis ini, dari tahun 1968 sampai sekarang,” katanya saat ditemui disela-sela kesibukannya dalam membuat canting di salah satu industri rumahan Pekalongan, Jumat (4/2/2022).
Dia membuat canting dengan mengerjakan satu per satu menggunakan bahan dari tembaga lembaran yang dipotong-potong. Lalu dimal atau dibulatkan dan perekatnya memakai patri. Tembaga dikemplong supaya cekung dan dibakar agar lentur. Pinggirnya digunting sedikit biar bisa dikeling. Ketika sudah melengkung, kemudian dilakukan pengelingan. Sedangkan untuk cucuk canting ukurannya 1-12.
“Setiap hari saya olah bahan tembaga untuk membuat canting, dalam sehari saya bisa membuat 75 canting. Dan untuk bahan bahan bakunya sendiri, saya membelinya di salah satu toko Pekalongan,” jelas Amat.
“Alhamdulillah ini saya sedang membuat canting pesanan. Harga per cantingnya kisaran Rp 4.000 hingga Rp 5.000 dan kita pasarkan juga melalui online,” tambanya.
Menurut Amat, saat ini sudah tidak banyak yang bergelut menekuni produksi canting tulis. Di Kelurahan Kuripan Kertoharjo ia bisa dikatakan legendaris karena paling tua dan lama membuat canting. Meski usianya tak lagi muda, semangatnya patut diacungi jempol karena masih tetap bertahan sampai sekarang.
“Saat ini jarang ada anak muda yang menekuni usaha pembuatan canting, karena lebih banyak yang memilih pekerjaan yang ringan. Saya berharap, produksi atau usaha canting ini tak ada matinya dan bisa terus bertahan sampai kapanpun,” pungkasnya. (em-aha).
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan