Ilustrasi pertambangan Ore Nikel. (Foto: Net)

Hingga saat ini, pihak Kepala Unit Pengelola Pelabuhan (KUPP) Pomalaa, Ujang, belum dapat dikonfirmasi terkait hal ini, baik melalui sambungan telepon seluler maupun mendatangi kantornya.

Salah seorang staf KUPP Pomalaa bernama Anggraini mengatakan bahwa pimpinannya sedang melakukan perjalanan dinas ke luar daerah. Sedangkan Bidang Kesyahbandaran KUPP Pomalaa, Marianto, mengatakan bahwa saat ini pimpinannya sedang menjalani tugas dinas ke Jakarta.

“Pak kepala sedang ke Jakarta dipanggil Dirjen Perhubungan,” kata Marianto.

Sementara, salah seorang pemuda Wundulako, Muh Jabair Tero mengatakan bahwa yang punya IUP di Pulau Maniang saat ini hanya Antam. Dulu, katanya, ada PT lain yang punya, tapi sudah mati izinnya saat ini.

“Dan, setahu kami Pulau Maniang belum diolah oleh Antam,” tuturnya.

Menurut Jabair, penambangan yang dilakukan di Pulau Maniang ini termasuk kategori pelanggaran berat, karena masuk kategori ‘pertambangan tanpa izin’, dan melanggar UU No. 33 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pada Pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambahan tanpa izin akan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

“Jadi, kalau memang ada perusahaan meminjamkan dokumen IUP-nya sehingga perusahaan tersebut melakukan penambangan, perusahaan tersebut juga salah,” tegas Jabair.