
Penyebab kedua disebutnya sebagai penyebab sistemik. Misalnya, penggunaan batu bara dalam industri dan pembangkit listrik. Lalu transportasi publik yang nyaman, aman, dan terintegrasi.
“Nah, untuk penyebab sistemik ini, warga kota bergantung pada political will dari para pemimpin. Karena itu penting sekali pada tahun 2024 nanti saat pemilu serentak, warga kota memilih pemimpin dan partai politik yang peduli lingkungan agar kita merdeka dari polusi udara,” jelasnya.
PSI sendiri kata dia, mendorong terbitnya Undang-Undang keadilan iklim. Undang – Undang keadilan iklim ini diperlukan untuk mengawal upaya net zero emission pada tahun 2050.
“PSI menganggap Indonesia perlu Kementerian Keadilan Iklim atau paling tidak lembaga setingkat kementerian yang mengurusi keadilan iklim karena sifatnya yang multisektor,” tukasnya.

Penyebab yang terakhir adalah penyebab perilaku ironis. “Kita sedang mencemari udara kita sendiri dengan perilaku kita. Salah satu contohnya adalah perilaku membuang sampah sembarangan yang menimbulkan TPS liar di kota-kota besar di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Mikhail, dia, sudah mendatangi banyak Tempat Pembuangan Sampah atau TPS liar. Solusi warga sekitar TPS adalah membakar sampah, padahal selama masih membakar sampah, tidak akan pernah merdeka dari polusi udara.
Tinggalkan Balasan