Bungo, ERANASIONAL.COM – Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi, Tandri Adi Negara menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan menindak pelaku penambangan yang melakukan pelanggaran.

Tandri menanggapi itu terkait pernyataan Kapolres Bungo AKBP Singgih Hermawan yang mengklaim telah berhasil mengungkapkan kasus tindak pidana minerba ilegal di wilayahnya.

“Kami tidak punya kewenangan untuk menindak,” kata Tandri saat dikonfirmasi, kemarin.

Bahkan, kata Tandri, hingga saat ini tidak ada laporan resmi yang masuk ke pihaknya terkait pelanggaran penambangan minerba tersebut.

Dia menegaskan, semua keputusan berasal dari pusat, dan pihaknya hanya memiliki kewenangan mengawasi saja.

“Begitu juga dengan pemberian izin penambangan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada pengusaha tambang, ituvbukan kewenangan Dinas ESDM Provinsi Jambi,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kapolres Bungo AKBP Singgih Hermawan menyebut pihaknya telah berhasil mengungkap kasus tindak pidana minerba ilegal.

Singgih mengatakan Satreskrim Polres Bungo telah menyita dokumen minerba jenis batu damar dan batubara yang tidak lengkap.

“Ada dua pelaku yang kita amankan yakni berinisial N dan A,” kata Singgih saat menggelar konferensi pers di Mapolres Bungo, Senin, 5 Februari 2024.

Singgih menyebutkan, N ditangkap pada 27 Desember 2023 lalu. Dan, hasil pendalaman kasus, petugas menangkap A pada 17 Januari 2024.

Diketahui, kedua pelaku telah melakukan aksinya sudah enam kali di jalan lintas Sumatera.

Dari hasil penyelidikan, N dan A mengangkut batu damar dan batubara tersebut dengan bermodalkan dokumen yang tidak sah. Rencananya, batu damar dan batubara tersebut akan dibawa ke pulau Jawa.

“Batu damar dan batubara itu dijualnya seharga Rp50.000 per kilo,” tuturnya.

Adapun barang bukti yang berhasil diamankan yaitu 37 ton batubara.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 161 UU No.. 3 Tahun 2020 yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara.

Kesaksian warga

Sementara itu, seorang warga Kecamatan Muko Muko Bathin VII yang minta identitasnya tidak disebutkan dengan alasan keselamatannya mengatakan praktik penambangan ilegal telah merugikan masyarakat. Namun warga tidak berani protes apalagi menolaknya.

“Warga akan diintimidasi kalau dianggap menghalang-halangi kegiatan penambangan tersebut,” ungkapnya.

“Setiap hari ada saja truk bermuatan batubara lalu lalang, tapi enggak ada yang berani melarang, apalagi warga di sini kalau protes bisa diintimidasi,” sambung warga itu.

“Kalau ada warga yang protes, pasti datang oknum polisi. Masyarakat jadi takut,” sambungnya.

Beberapa waktu lalu, Aliansi Mahasiswa Anti Penambangan Liar (AMPLI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta. Mereka mendesak Kementerian ESDM menindak pelaku penambangan ilegal.

AMPLI menuding aktivitas penambangan ilegal dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama PT KBPC.

Perusahaan itu disebut beroperasi di luar izin IUP-OP dan tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian KLHK.

Selain itu, hasil investigasi AMPLI diketahui bahwa lokasi eksplorasi yang dilakukan PT KBPC tidak sesuai dengan Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).

Lantaran tidak memiliki legalitas perizinan, AMPLI mencurigai PT KBPC tidak membayar kewajiban kepada negara yaitu jaminan reklamasi dan royalti. (*)