Jakarta, ERANASIONAL.COM – Banjir yang melanda wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah akibat jebolnya 6 tanggul Sungai Wulan bekalangan ini disebut-sebut sebagai banjir terparah dalam 30 tahun terakhir. Banjir kali ini juga nyaris menenggelamkan belasan kecamatan, juga melumpuhkan aktivitas perekonomian.

Yang menarik, lokasi banjir kali ini dulunya ternyata merupakan bagiand ari Selat Muria yang pernah ada dan menghubungkan Pulai Jawa bagian timur sebelah utara dengan Pulau Muria hingga abad ke-15.
Bagaimana Selat Muria Terbentuk?

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo mengatakan, Selat Muria yang terbentuk secara tektonik dikenal sebagai bagian dari patahan atau sesar Pati, yaitu dari arah selatan Semarang ke arah timur laut menuju Laut Jawa.

Eko menjelaskan proses pendangkalan yang berlangsung selama ratusan tahun terutama sejak zaman kolonial, sehingga terbentuk dataran rendah yang akhirnya menyatukan Pulau Muria dengan Pulau Jawa.
Menurutnya, eksploitasi secara besar-besaran hutan-hutan di Jawa Tengah dan Timur untuk mendapatkan kayu yang terkenal berkualitas tinggi menjadi penyebab utama proses sedimentasi kala itu. Eko mencontohkan, Sungai Wulan di Demak yang mengalami proses perpanjangan sekitar 100 meter ke arah utara pada tahun 1920-an.

Sedangkan wilayah Demak bertambah sekitar 30 meter, dan Semarang 26 meter. “Selat Muria yang riak air lautnya tidak terlalu besar, selama ratusan tahun perlahan-lahan menghilang dan kemudian menjadi dataran rendah akibat sedimentasi yang tinggi dari Pulau Jawa bagian utara”, ujarnya.

Terkait fenomena banjir besar yang melanda Demak dan sekitarnya akhir-akhir ini, sehingga nyaris tenggelam layaknya seperti selat, dia meyakini tidak akan mengembalikan Selat Muria yang pernah ada ratusan tahun lalu.

“Jika banjirnya surut, maka akan kembali menjadi daratan. Perlu waktu jutaan tahun melalui proses geologi yang luar biasa untuk mengembalikan Selat Muria,” ujar Eko dilansir dari laman BRIN, Minggu, 31 Maret 2024.

Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Adrin Tohari menekankan pentingnya kajian untuk mengetahui karakteristik sumber bahaya geologi dan laju pergerakannya secara komprehensif. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam mitigasi bencana geologi seperti gempa, tsunami, gunung api, dan gerakan tanah.

Adrin mencontohkan, alat hasil riset PUMA (Perangkat Ukur Muka Air Laut) yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mitigasi tsunami. “Alat PUMA dirancang murah pembuatannya, karena komponennya ada di Indonesia, dan mudah menggunakannya. Ini merupakan contoh upaya mitigasi yang sangat dibutuhkan masyarakat”, ujarnya.

Dia berharap, melalui inovasi seperti ini, masyarakat dapat melakukan mitigasi melalui evakuasi secara mandiri tanpa harus ketergantungan pada pemerintah.

“Pemerintah selama ini berupaya melakukan mitigasi dengan menerapkan tata guna lahan sesuai aturan. Dalam praktiknya, pemerintah daerah juga perlu menyosialisasikan tata ruang area rawan kebencanaan di wilayahnya,” ungkap Adrin.

“Hal ini penting untuk diketahui masyarakat, sehingga tahu dan peduli daerah mana saja di wilayahnya yang rawan bencana. Jangan sampai kita membangun permukiman padat penduduk di daerah rawan bencana,” pungkasnya.