“Kalau sift satu, dua, dan tiga itu masih belum ada persoalan. Yang kami persoalkan adalah di sift ke empat. Ini sudah berjalan selama enam bulan pelayanan dan melanggar standarisasi,”  kata Ketua Formasi, Iklal.

Suja’i, salah satu peserta dalam audensi menyayangkan alasan RSUD Smart membuka layanan cuci darah shift 4 karena rasa kemanusiaan. Menurutnya, apabila memang pertimbangannya soal kemanusiaan, tentu Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah harus terpenuhi.

“Kalau sudah tidak memenuhi standart, ini resikonya pada kesehatan yang ujungnya pada nyawa manusia. Jangan sampai persoalan kesehatan ini ada istilah komersialisasi,” ucap dia.

Sementara itu, Direktur RSUD Smart Pamekasan, Raden Budi Santoso, menjelaskan semua layanan untuk masyarakat di RSUD Smart sudah mengantongi izin dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

“Jadi BPJS bukanlah pemberi izin pada layanan rumah sakit, BPJS adalah penjamin pembiayaan pasien yang dilayani di RSUD Smart,” ujar dia.

Dia menambahkan, pasien yang mendapat pelayanan di rumah sakit itu dijamin pembiayaannya sesuai dengan tingkatannya oleh BPJS.

“Sehingga apapun yang kami buka layananya, sebenarnya tidak ada kaitannya dengan BPJS. Cuma terkait dengan pembiayaan itu maka kami harus mengikuti, supaya apapun yang kami layani kepada masyarakat itu ada yang menjamin pembiayaannya,” tuturnya.

Kendati demikian, Raden Budi menyampaikan, ketika BPJS menyatakan bahwa shift ke 4 itu tidak memenuhi kriteria pembiayaan, maka pihaknya juga akan mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPJS.

Dia mengungkapkan, 150 pasien butuh pelayanan donor darah secara rutin. Sementara hanya 72 pasien yang bisa di fasilitasi.

“Orang yang membutuhkan hemodialisis ini tidak bisa tidur, susah nafas, mual mual, badannya sakit. Sehingga, melihat hal itu kami menambah sift agar bisa mengakomodir. Hal inilah yang menjadi alasan kemanusiaan kami,” kata dia.