“Ya awalnya saya juga ketipu, setor uang buat digandakan, ternyata dapatnya palsu. Dari situ kepikiran buat produksi juga, saya bagian jual,” kata G.

Kepada polisi, tersangka pun mengaku belajar palsukan uang secara otodidak. Dalam bisnis terlarangnya, mereka bermodalkan mesin print, kertas HVS, plus tinta warna sesuai dengan warna yang ada di Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, pecahan uang yang mereka palsukan.

“Pengakuannya belajar otodidak, jadi mereka berbagi peran. Ada yang mencetak dan ada yang menjual. Pengakuannya beroperasi sudah 1 bulan,” kata Tri.

Dari para pelaku polisi pun mengamankan 1097 lembar uang palsu dengan nilai Rp 1,6 miliar, terdiri dari pecahan Rp 100 dan Rp 50 ribu.

Setiap 4 juta dari uang palsu itu, dihargai Rp 1 juta. Sehingga apabila ditotal, semua lembar uang palsu yang disita bernilai setara Rp 70 juta.

Tri pun mengungkap, uang palsu itu dijual secara online. Namun, menurutnya ada juga pembeli yang datang langsung ke para tersangka.

“Dijual secara online, kemudian ke pemesan maupun yang datang langsung. Pengakuannya ada yang diedarkan di Jatim, Indramayu, sampai Palembang,” kata Tri.

Atas kelakuan culasnya, para tersangka dijerat Pasal 244 KUHP juncto Pasal 36 juncto Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Memalsukan atau Meniru Mata Uang atau Uang Kertas yang dikeluarkan oleh Bank atau Negara.

“Ancaman pidana 15 tahun penjara atau denda Rp 10 miliar,” kata Tri soal hukumannya.